Invetigasi.id , Kota Bekasi – Publik belum banyak yang tahu bahwa sejatinya tanggal 9 Maret 2025 adalah Hari Musik Nasional.
Lawang Pitu sebagai salah satu grup band yang konsisten pada perkembangan dianamika musik di tanah air menggelar acara diskusi Publik dengan tema, “System Royalti Musik”. Acara berlangsung di ACC Studio, Jl. Polu Sirih Bar. Raya, RT 001 RW 020, Jakarta Setia, Kota Bekasi Minggu malam, 9 Maret 2025.
Agenda yang diinisiasi oleh Asisi Basuki ini menghadirkan berbagai tokoh musisi ternama dan akademisi, diantaranya Dwiki Darmawan (musisi), Dirly Idol, Once Mekel (musisi/anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan), Edwin (gitaris band Coklat), Trison (vokalis band Lawang Pitu), Mila Rosa (Sekertaris PAPPRI), Adi Adrian (Presiden Direktur Wahana Musik Indonesia/WAMI), Jhonny Maukar (PAPPRI) dan Dharma Oratmangun Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Serta tak ketinggalan Abdul Haris selaku Ketua DPD AWPI Jakarta Timur.
Diskusi yang berlangsung di ruang ACC Studio Lawang Pitu itu dipandu oleh Budi sebagai moderator. Diskusi berjalan lancar, interaktif penuh dialog intelektual dan mengispirasi.
Dharma Oratmangun selaku Ketua LKMN menegaskan pihaknya sudah berupaya dengan berbagai cara bagaimana menertibkan sistem pembayaran royalti agar berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.
_”Kami sudah mencoba jalur non litigasi, tetapi tidak berhasil tidak dianggap. Sekarang kami sudah memiliki tim hukum yang bekerja sama dengan LMK untuk menggugat para pengguna lagu di ruang publik yang bersifat komersial, termasuk seminar, webinar dan kafe,” tegasnya_
Adi Adrian memaparkan perbandingan jumlah royalti yang dikumpulkan di Indonesia dengan negara lain. _”Di Brasil misalnya, royalti yang dikumpulkan mencapai 2 Triliun, sementara Indonesia hanya 200 miliar. Di luar negeri sistem koleksi royalti sudah berjalan ratusan tahun, sedangkan kita baru 20 tahunan. Seharusnya kita bisa lebih baik dalam menegakkan aturan ini,” paparnya_.
Narasumber lain Jhonny Maukar menanggapi ketidaktegasan pemerintah dalam penerapan aturan royalti. Ia memberikan contoh pada kasus Agnes Mo artis yang dituntut membayar denda 1,5 M karena menggunakan lagu tanpa izin.
_”Seharusnya yang membawa adalah penyelenggara acara bukan artisnya. Kenapa penyelenggara tidak melakukan pembayaran kepada LMKN? Hakim menginterpretasikan aturan dengan cara yang berbeda. Padahal bukan Agnes yang membayar melainkan pihak penyelenggara,” ujarnya._
Ketua AWPI Abdul Haris dalam sambutannya ia menyoroti pentingnya implementasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 56 tahun 2001 tentang pengelolaan royalti, hak cipta lagu dan atau musik.
_”Pada pasal 3 dijelaskan apabila setiap orang dapat menggunakan lagu atau musik secara komersial dalam bentuk layanan publik, maka seharusnya membayar royalti kepada pemegang hak cipta melalui LMKN,” ucapnya pada akhir sambutan._
Menjelang Magrib seluruh tamu undangan dan kru studio berbuka puasa dengan menu hidangan es buah, kolak, sate ples lontong dan soto serta berbagai macam kue dan buah-buahan.
Semua narasumber dan tamu yang hadir menyampaikan tanggapan dan pendapatnya sesuai kapasitasnya masing-masing. Acara diskusi berakhir pada pukul 22.15 WIB.
Diskusi ini pada dasarnya menyampaikan pesan positif kepada seluruh pengguna musik agar tumbuh kesadarannya untuk membayar royalti sehingga dinamika perkembangan industri musik di tanah air menjadi sumber ekomomi yang punya nilai fantastis.
Acara diskusi publik ditutup dengan foto bersama dan penampilan musik band yang entertain.