Investigas.id–Gantar Peringatan 1 Syuro 1446 Hijriah atau Tahun Baru Islam yang bertepatan pada Minggu, 7/07/2024 Masehi di Pesantren Al-Zaytun berlangsung Tertib dan terkordinir.
Tidak berbeda dengan perayaan 1 Syuro sebelumnya, pada tahun ini pihak panitia juga mengundang tokoh-tokoh masyarakat dengan latar belakang yang berbeda, seperti tokoh pendidikan, tokoh lintas agama dan budaya, serta pemimpin organisasi kemasyarakatan yang berdomisili di lingkungan sekitar Al-Zaytun maupun di luar wilayah Indramayu.
Dalam kegiatan Peringatan 1 Syuro 1446 Hijriah di Pesantren Al-Zaytun, para tokoh masyarakat saling bertukar pikiran dan menyampaikan pandangan mereka tanpa rasa takut terintimidasi siapa pun. Mereka bebas berpendapat berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki.
Dalam Sambutan memberikan suport serta apresiasinya kepada para civitas Al-Zaytun para dewan guru, mahasiswa, mahsiswi dan siswa,siswinya.
Seorang akademisi dari Universitas Bina Nusantara (Binus), yang menjadi tamu undangan dalam peringatan ini, juga menyampaikan pendapatnya. Dia mengaku baru pertama kali menginjakkan kakinya di Pesantren Al-Zaytun.
Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.H., seorang dosen hukum pidana, hukum acara pidana, dan tindak pidana khusus di Universitas Binus. Dia sudah mengajar lebih dari 18 tahun dan telah sering dipanggil dalam berbagai kasus hukum pidana, baik di institusi kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan.
Ahmad Sofian mengatakan, pelaksanaan 1 Syuro di Al-Zaytun terlihat berbeda dibandingkan tempat lain. Di sini banyak orang datang dari latar belakang berbeda, seperti tokoh agama dan tokoh pendidikan. Di Al-Zaytun ini perayaan 1 Syuro tidak hanya sebuah seremonial, tetapi juga bagian dari freedom of speech, kebebasan berpendapat.
“Kebebasan berpendapat dan pandangan itu bukanlah suatu kejahatan. Seseorang yang memiliki pandangan, sikap, maupun cara tafsir yang berbeda terhadap sesuatu, baik itu agama maupun kebudayaan, tidaklah melakukan tindakan kejahatan,” ujar Ahmad Sofian.
Dalam kesempatan ini dia juga menyampaikan konvensi internasional terhadap kebebasan sipil politik. Dalam Pasal 18 sampai Pasal 20 dinyatakan bahwa negara tidak boleh memidana atau menghukum seseorang karena pandangan yang berbeda, baik pandangan berbeda tentang sesuatu agama atau negara, atau tentang sesuatu pandangan yang berbeda dengan pandangan mayoritas. Jadi kegiatan 1 Syuro ini adalah sesuatu kegiatan untuk menyampaikan pandangan tersebut.
Ahmad Sofian juga mengatakan bahwa dia juga memiliki pandangan yang kritis terhadap penegakan hukum di Indonesia, terutama hukum pidana. Hukum pidana saat ini sering digunakan untuk menghukum, mengancam, dan menakut-nakuti orang yang memiliki pandangan berbeda dengan penguasa.
“Hukum pidana itu sebetulnya tidak perlu dipergunakan jika perbuatan tersebut tidak mengganggu ketertiban dan membahayakan negara, tidak juga mengganggu atau mengancam harta benda seseorang, tidak mengganggu kehormatan seseorang. Hukum pidana adalah ultimum remedium, sarana terakhir bila cara dan mekanisme lain sudah tidak bisa digunakan lagi,” tandasnya.
Bulan Januari 2026 yang akan datang, Sofian mengatakan bahwa kita akan memiliki hukum pidana baru, namanya KUHP. Kita akan melepaskan diri dari hukum jajahan 105 tahun yang lalu.
Hukum pidana yang saat ini dipergunakan (Wetboek van Strafrecht) diberlakukan sejak Indonesia belum merdeka, yaitu tahun 1918. KUHP yang dipakai hari ini adalah hukum yang mengekang kebebasan kita dalam menyampaikan ekspresi dan ini adalah sebuah kejahatan.
“Pada 2 Januari 2026 nanti kita akan melepaskan hukum pidana lama karena pada tanggal 2 Januari 2023 lalu DPR dan Pemerintah sepakat mengesahkan hukum pidana baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. KUHP baru ini akan berlaku efektif 3 tahun kemudian, yaitu tanggal 2 Januari 2026,” ujar Sofian.
Dalam KUHP yang baru disebutkan bahwa para penegak hukum dilarang menggunakan KUHP sebagai jalan dalam menyelesaikan kasus pidana tingkat awal. KUHP ini harus digunakan sebagai jalan akhir jika masih ada mekanisme-mekanisme lain yang bisa dipergunakan dalam menyelesaikan konflik.
Dalam momen 1 Syuro ini Sofian juga berpendapat bahwa kita bisa merefleksikan bagaimana proses penegakan hukum pada masa depan. Negara tidak boleh lagi terlalu mudah menyingkirkan orang-orang yang memiliki pandangan dan sikap yang berbeda terhadap sesuatu aspek atau yang menurut orang-orang tersebut mungkin benar.
Pewarta_Herma